
15 Tarian Adat Sumatera Selatan Lengkap Dengan Gambar & Penjelasannya
Tarian Adat Sumatera Selatan – Sudah sejak zaman dahulu provinsi yang ber-ibu kota di Palembang ini punya kekayaan seni dan budaya yang sangat tinggi di wilayahnya.
Hal demikian tidak mengherankan karena jika dilihat dari sisi sejarahnya saja, Sumatera Selatan merupakan wilayah yang sejak zaman dahulu sudah menjadi pusat perdagangan yang ramai, baik oleh pedagang-pedagang lokal hingga para pedagang yang datang dari manca negara.
Selain mendapat pengaruh dari luar, kesenian dan kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan juga banyak mendapat nilai pengaruh dari wilayah-wilayah sekitarnya, misalnya adanya gelar kebangsawanan dan pengunaan bahasanya.
Tak hanya itu, adanya percampuran dan pengaruh dari daerah lain juga terlihat dengan adanya Wayang Palembang yang diperkirakan berasal dari Wayang Kulit Jawa, cenderung bergaya Gagrag Yogyakarta. Demikian juga dengan kesenian lain, tidak terkecuali seni tari yang dimiliki masyarakat Sumatera Selatan.
Khusus tarian adat Sumatera Selatan, kali ini kita akan membahasnya secara tuntas dibawah ini.
Daftar Nama Tarian Adat Sumatera Selatan Berikut Penjelasannya
Setidaknya ada 15 tarian adat Sumatera Selatan yang sudah adasejak zaman dahulu dan terus mengalami perkembangan budaya hingga sekarang.
Tari Gending Sriwijaya

Gending Sriwijaya adalah salah satu tarian tradisional khas Palembang, Sumatera Selatan yang tidak hanya sebatas tarian, namun juga merupakan sebuah lagu daerah.
Melodi lagu Gending Sriwijaya juga digunakan sebagai pengiring dari tarian Gending Sriwijaya.
Dan sebagaimana namanya, lagu serta tarian ini menggambarkan akan kejayaan, keagungan, serta keluhuran kerajaan Sriwijaya yang pernah mencapai puncak kejayaannya selama bertahun-tahun dan berhasil mempersatukan wilayah Barat Nusantara.
Biasanya tarian ini dimainkan secara khusus sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan seperti Duta Besar, Presiden, serta tamu-tamu agung lainnya.
Jika diperhatikan sekilas, tarian ini mirip dengan Tari Tanggai, bedanya hanya terletak pada perlengkapan busana penari dan jumlah penarinya.
Dalam setiap pertunjukannya, jumlah penari Gending Sriwijaya bahkan bisa mencapai 13 orang, dan dari 13 orang tersebut terdapat satu orang sebagai penari utama.
Dari beberapa penarinya ada yang membawa tepak, kapur, dan sirih, sisanya yang 6 orang sebagai penari pendamping, dua orang pembawa tombak, dua penari pembawa peridon atau perlengkapan tepak, satu orang pembawa payung, dan satu orang lagi berperan sebagai penyanyinya.
Pembawa tombak dan pembawa payung kebesaran diperankan oleh pria sedangkan sisanya adalah penari perempuan.
Tari Kebagh

Tarian adat Sumatera Selatan berikutnya adalah Tari Kebagh atau Tari Kemban Bidudari atau Tari Bidudari, tarian ini diciptakan di daerah Dusun Padang Langgar atau yang sekarang disebut Dusun Pelang Kenidai.
Tari Kebagh adalah tarian khas Besemah yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dahulu.
Ada hal menarik dibalik kisah tarian ini.
Alkisah pada zaman dahulu, tarian ini dilakukan oleh para bidudari atau bidadari. Mereka (para bidadari ) sebelum terbang kekayangan bermain main di sebuah telaga dan si bidadari bungsu menarikan tari ini.
Tari Kebagh sendiri tidak bisa asal ditampilkan.
Sebelum tarian ini ditampilkan maka sebelumnya harus dilaksanakan beberapa ritual khusus agar berjalan lancar dan para penari tampil secantik bidadari. Karena memang salah satu fungsinya adalah untuk penyambutan raja-raja atau para petinggi kerajaan.
Seperti tarian pada umumnya, tari Kebagh juga dibawakan dengan iringan musik khas dan pakaian khas Besemah.
Tari Kebagh juga punya gerakan seraya terbang dengan tangan melambai-lambai.
Tari Kipas Serumpun

Tarian adat Sumatera Selatan berikutnya berasal dari kabupaten Banyuasin, yakni Tari Kipas Serumpun, dalam tari kreasi ini menggambarkan kisah tentang jalinan persahabatan antar masyarakat.
Tari kipas serumpun umumnya dibawakan oleh delapan perempuan, namun jumlah tersebut tidak selalu segitu, bisa dikurangi atau bahkan ditambah sesuai besar kecilnya panggung yang di sediakan.
Seperti diketahui, Sumatera Selatan adalah salah satu wilayah multi-budaya yang ditinggali oleh banyak sekali jenis suku dan agama.
Hal demikian juga berlaku di Kabupaten Banyuasin, sehingga dengan adanya Tari Kipas Serumpun ini, maka keragaman yang ada seolah bisa disatukan dalam kegembiraan.
Sesuai dengan namanya, tari kipas ini menggunakan kipas sebagai properti utamanya.
Artikel terkait
Tari Tanggai

Tari Tanggai merupakan tarian tradisional asal Sumatera Selatan yang pada awalnya di fungsikan sebagai media penyambutan tamu kehormatan.
Meskipun secara fungsi hampir sama dengan tari Gending Sriwijaya, akan tetapi bedanya, kalau Tari Tanggai dibawakan oleh lima orang dengan menggunakan pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urat atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang, dan tanggai yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga.
Tari ini merupakan perpaduan antara busana khas daerah dan gerak yang lemah gemulai yang menggambarkan masyarakat Palembang yang ramah dan sangat menghormati, menghargai serta menyayangi segenap tamu yang datang berkunjung ke daerahnya.
Tari Tanggai baiasanya akan banyak dipentaskan dalam acara-acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan, acara-acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah.
Jika ada yang tertarik untuk mempelajarinya, ada banyak sanggar seni yang mengadakan pelatian di kota Palembang serta juga menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan kemewahan pakaian adat Sumatera Selatan.
Dahulu tarian ini dijadikan sebagai sajian hiburan untuk para tamu raja di kerajaan Sriwijaya.
Selain itu juga digelar dalam acara-acara perkawinan dan acara-acara penting lainnya.
Tari Silampari

Tari Silampari juga adalah salah satu varian dari tarian tradisional Sumatera Selatan.
Tari Silampari atau yang dikenal juga dengan Tari Silampari Kahyangan Tinggi mulai dikenal saat mulai dipertunjukkan pada tahun 1941, yang bertepatan dengan pembuatan Watervang, sebuah bendungan buatan kolonial Belanda di Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Istilah Silampari sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Palembang, yakni silam berati hilang dan pari yang berarti peri.
Tarian adat Sumatera Selatan ini muncul karena terinspirasi dari kisah rakyat yang menceritakan tentang Dayang Torek dan Bujang Penulup.
Al-kisah suatu ketika ada seorang perempuan yang menjadi peri, ia kemudian menghilang sehingga tari ini dinamakan Tari Silampari.
Tari silampari juga merupakan tari penyambutan yang berkembang di Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas.
Untuk tarian ini, masyarakat di Kota Lubuklinggau mengadaptasi cerita yang bersumber dari Dayang Torek yang hilang di Bukit Sulap.
Sementara masyarakat di Kabupaten Musi Rawas mengambil sumber cerita Bujang Panulup.
Tari Sebimbing Sekundang
Tari Sebimbing Sekundang merupakan salah satu tarian adat Sumatera Selatan yang berasal dari Kabupaten Ogan Komering Ulu, tarian ini ditampilkan dalam acara-acara sakgral atau digunakan juga dalam penyambutan tamu-tamu kehormatan yang berkunjung di daerah ini.
Tarian ini dapat ditampilkan baik di dalam gedung maupun di tempat terbuka dan diperankan oleh 9 penari, 1 orang puteri pembawa tepak, 2 orang pembawa rempah-rempah, 1 orang pembawa payung agung dan 2 orang pengawal.
Sarana utama dalam tarian ini berupa tepak atau pengasan yang berisikan beberapa lembar daun sirih segar dan beberapa lipat daun sirih yang sudah diracik dengan getah gambir sehingga siap disuguhkan kepada para tamu kehormatan sebagai tanda penerimaan atau pengakuan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Pakain, gerakan tarian, hingga musik pengiringnya merupakan perpaduan dari gerak, pakaian dan musik tari-tari tradisional dari berbagai Kecamatan dalam Kabupaten Ogan Komering Ulu sehingga sehingga muncullah sebuah motto “Bumi Sebimbing Sekundang” yang artinya berjalan seiringan dan saling membantu dalam melaksanakan sesuatu demi mencapai keberhasilan.
Lihat juga: (Tarian Adat Jawa Tengah)
Tari Gegerit

Tari Gegerit juga merupakan salah satu tarian adat Sumatera Selatan yang berasal dari kabupaten Lahat. Dalam tarian ini menceritakan kisah tentang perjuangan kaum perempuan di masa penjajahan.
Istilah Gegerit dapat diartikan sebagai lelah atau capek, atau juga sama maknanya dengan kata kaku. Pengertian kaku mengacu pada gerakan tari yang cenderung patah-patah dalam tarian ini.
Maka dari itu, tarian ini juga melambangkan perjuangan kaum perempuan Lahat, para penarinya menari dengan menggunakan kudok yang digenggam, senjata tradisional Sumatera Selatan.
Dalam pementasannya tarian ini ditarikan oleh empat penari yang memakai pakaian adat Lahat, dan sebagai pengiring tari Gegerit, didominasi alat musik pukul, seperti kenong, dol dan gendang.
Tari Penguton
Beriktnya ada Tari Penguton sebagai tarian adat Sumatera Selatan khas Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), tarian Sekapur Sirih ini sudah ada sejak abad XVIII, walaupun saat itu hanya masih sekedar gerakan maknawi dengan komposisi yang sederhana.
Hingga pada tahun 1920, gerakan dan pola lantainya serta musik pengiringnya mulai disempurnakan oleh keluarga Pangeran Bakri.
Pada saat Indonesia sudah merdeka, tarian ini sering kali digunakan untuk menyambut kedatangan para pembesar Negara.
Dan pada tahun 1950, Tari Penguton diakui oleh Pemerintah Provinsi sebagai akar dari terciptanya sekapur sirih yaitu lahirnya tari “Gending Sriwijaya”, dan Tari pengunton juga pernah dibawa untuk pementasan ke Istana Negara sebagai persembahan budaya.
Tari Bujang Gadis Beladas

Tari Bujang Gadis Beladas merupakan tarian kreasi yang menggambarkan keceriaan para pemuda dan pemudi Ogan Komering Ilir.
Tarian ini biasanya ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan dengan jumlah tujuh orang dengan gerakan lincah dan ceria, saat menari mereka juga memakai pakaian tradisional Sumatera Selatan yang telah dimodifikasi.
Adapun alat musik yang mengiringi tarian ini berupa kombinasi dari alat-alat musik tradisional dan modern.
Alat musik tradisional yang digunakan dalam tarian ini antara lain, jimbe, kendang dan akordian.
Sebagai tari hiburan, Tari Bujang Gadis ini sering ditampilkan dalam berbagai acara hajatan, misalnya dalam acara pernikahan, sunatan atau acara penting lainnya.
Tari Pagar Pengantin

Tari Pagar Pengantin mempunyai arti khusus, yakni perlambang akan perpisahan pengantin perempuan dari masa remajanya, setelah masa-masa lajang, berpisah dengan teman-teman sepermainannya serta tarian terakhir untuk mempelai puteri karena sesudah itu dirinya tidak diperkenankan lagi menari di depan umum kecuali mendapatkan izin dari suami.
Intinya tidak semua tindakannya bisa sebebas dulu, karena Ia sudah berada di dalam lingkaran kehidupan rumah tangga yang direpresentasikan dengan dulang agung keemasan.
Tari Madik (Nindai)
Tarian tradisional Sumatera selatan berikutnya adalah Tari Madik (Nindai), tarian ini menggambarkan proses pemilihan calon menantu.
Di Sumatera Selatan terdapat kebiasaan dimana orang tua pria akan berkunjung ke rumah calon menantunya untuk melihat dan sekaligus menilai (Istilah Madik dan Nindai) kepribadian sehari-hari calon menantu tersebut sebelum akhirnya diputuskan lanjut ke jenjang yang lebih serius.
Tari Tenun Songket

Tarian Tenun Songket merupakan tarian tradisional khas Sumatera Selatan yang menggambarkan masyarkat Sumsel khususnya kaum perempua yang memanfaatkan waktu luangnya sebaik mungkin untuk menenun kain songket dan kerajinan tangan.
Tari Rodat Cempako

Tarian Rodat Cempako juga merupakan tarian khas masyarakat Sumatra Selatan yang dipengaruhi oleh gerakan dari Timur Tengah.
Mungkin inilah satu-satunya tarian adat Sumatera Selatan yang dalam tariannya syarat akan bernafaskan nuansa Islami.