Cerita Silat Jawa Singkat & Menarik: Cerita Para Pendekar Nusantara

Posted on

Halo teman-teman, kali ini saya akan share kumpulan kisah para jago dari tanah Jawa dalam tema Cerita Silat Jawa.

Sebelumnya saya juga sudah menulis beberapa topik serasi, seperti:

Sebagai awalan, pada jaman dahulu nusantara ini dihuni oleh banyak kerajaan yang berdaulat di daerahnya masing-masing.

Tipa-tiap kerajaan tentu memiliki pasukan sebagai alat pertahanan kekuasaan serta memiliki para kesatria pilihan yang menjadi andalan.

Nah, berikut ini beberapa kesatria nusantara yang menjadi lagenda dan dikenal jago serta sakti mandraguna sehingga layak untuk kita bahas kisahnya dalam tema cerita silat Jawa.

Cerita Silat Jawa, Si Pitung Jagoan Betawi

Cerita Silat Jawa, Si Pitung Jagoan Betawi
toriqa.com

Pada jaman dahulu, Betawi punya seorang pendekar bernama Pitung.

Dia adalah anak dari Bang Piun dan Mpok Pinah, ia juga populer disebut dengan Bang Pitung.

Bang Pitung merupakan pendekar yang baik hati dari sekian banyak jago pada jamannya, dia patuh kepada agama serta selalu menolong yang orang-orang yang membutuhkan.

Bang Pitung juga punya kesaktian yang luar biasa,salah satunya tidak mempan di tembas senjata.

Saat itu, banyak orang di sekitar Bang Pitung mengalami keidupan yang serba kekurangan, Bang Pitung pun merasa iba.

Ditambah saat itu banyak orang kaya justru semakin kaya, tanpa memikirkan atau memedulikan rakyat yang miskin.

Saat itu timbullah rasa dalam dirinya untuk bertindak atas keadaan “Aku harus melakukan sesuatu untuk membantu masyarakat,” ucap Bang Pitung.

Saat itulah ia mulai mengumpulkan pemuda-pemuda di kampungnya, mereka merampok harta milik orang-orang kaya, lalu harta itu di bagikan kepada rakyat miskin.

Meskipun Bang Pitung suka merampok, tetapi ia tidak melakukannya atas kepentingannya sendiri namun untuk membantu orang-orang susah sekaligus memberi pelajaran bagi para orang kaya yang suka merugikan orang miskin.

Lambat laun, aksi dari Bang Pitung ini pun terdengar juga oleh kompeni Belanda yang menguasai daerah itu.

“Kita harus menghentikan aksi-aksi perampokan yang di dalangi oleh si Pitung, agar keberadaan serta kegiatan kita di sini aman,” ucap kepala polisi kompeni Belanda.

Mereka pun melakukan berbagai upaya guna menangkapnya, namun, Bang Pitung selalu bisa lolos dari pasukan kompeni Belanda.

Berkali-kali pasukan kompeni bertemu dan mencoba menembaknya, namun si Pitung tidak mengalami luka sedikitpun hingga membuat kepala kompeni Belanda putus asa.

“Apakah ada yang punya cara bagaimana menangkap Pitung? apakah dia tidak memiliki kelemahan?” tanya kepala kompeni Belanda dengan kesal.

Karena sudah tidak bisa apa-apa lagi ubtuk menangkapnya, ia pun mencoba untuk menemui guru si Pitung, yaitu Haji Naipin.

Mereka datang bersama pasukan dan memaksanya untuk membatu kompeni, dan karena merasa nyawanya terancam, akhirnya Haji Naipin pun membocorkan kelemahan Si Pitung.

“Hahaha, akhirnya aku tahu juga apa kelemahanmu Pitung!” ucap kepala kompeni Belanda dengan geram.

Mereka pun kembali menyebar pasukannya guna mencari keberadaan si pitung, setelah beberapa lama, kompeni Belanda pun mengetahui persembunyiannya.

Tanpa banyak buang-buang waktu lagi, mereka Iangsung melakukan aksi penyergapan ketempat persembunyian Pitung.

Kompeni Belanda akhirnya dengan mudah melumpuhkan si Pitung karena sudah mengetahui sisi kelemahannya, yaitu dengan cara mengambil jimatnya ketika dirinya sedang mandi di sungai.

Akhirnya si Pitung meninggal dunia karena di tembak oleh pasukan kompeni menggunakan peluru dari emas.

Pada saat meninggal pun, konon makamnya si Pitung di jaga ketat oleh tentara kompeni karena mereka takut akan kesaktiannya dia bisa bangkit lagi.

Cerita Silat Jawa dari Mataram

Kisah Kesaktian Pangeran Purbaya, Pendekar Paling Sakti dan Tangguh Mataram

Kisah Kesaktian Pangeran Purbaya
History Of Java

Di ceritakan oleh Supardo seorang pemandu WIPPAS, bahwa Pangeran Purbaya merupakan putra dari Danang Sutawijaya atau yang lebih di kenal dengan nama Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram Islam.

Pangeran Purbaya nama aslinya adalah Jaka Umbaran yang lahir dari istri sirinya bernama Roro Rembayung putri Ki Ageng Giring.

Menurut ceritanya, Ki Ageng Giring mendapat ilham bahwa barang siapa yang menemukan dan meminum air kelapa muda muda miliknya maka kelak anak serta keturunannya akan menjadi raja-raja di Tanah Jawa.

Namun takdir berbicara lain, ternyata yang kebetulan meminum air kelapa mudanya adalah Ki Ageng Pemanahan, sahabatnya sendiri.

Ceritanya, suatu hari Ki Ageng Pemanahan datang bertamu ke rumah Ki Ageng Giring yang mana keduanya mempunyai hubungan persahabatan layaknya saudara kandungnya.

Ki Ageng Pamanahan yang datang bertamu menganggap rumah Ki Ageng Giring sudah seperti rumahnya sendiri, karena saking dekatnya.

Sehingga ketika ia melihat di rumah tersebut ada kelapa hijau yang sangat segar, dia pun langsung mengambilnya dan di tenggak habis oleh ki Ageng Pemanahan tampa rasa curiga apapun.

Ki Ageng Giring juga baru mengetahui kalau air kelapanya itu sudah habis di minum oleh Ki Ageng Pemanahan beberapa saat setelahnya.

Dan walaupun Ki Ageng Giring mengetahui bahwa air kelapanya di minum oleh sahabatnya, Ki Ageng Giring tidak langsung marah, hanya wajahnya sedikit murung.

Hal demikian membuat Ki Ageng Pemanahan menjadi bertanya-tanya, akhirnya Ki Ageng Giring pun berucap kepada sahabatnya dengan nada lirih.

“Air degan yang tadi kamu minum itu bukanlah air dugan sembarangan, aku mendapatkannya melalui beragam ritual-ritual yang penuh rintangan sehingga aku menapat wangsit bahwa siapapun orang yang meminum air kelapa muda itu sampai habis dalam sekali teguk, maka kelak anak keturunannnya akan menjadi raja-raja besar di tanah Jawa ini,” ujar Ki Ageng Giring.

“Namun semua ini tidak lepas dari taqdir Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa kamulah yang di taksirkan berhasil meminum air kelapa tersebut,” lanjut Ki Ageng Giring.

Namun, Ki Ageng Pemanahan menjadi sedih karena ia tidak tahu akan hal ikhwal wangsit kelapa muda, saat itu yang ada di benaknya dirinya hanya merasa kehausan dan mendapati di rumah sahabatnya ada kelapa hijau terus di minumnya.

” Ki Ageng Giring, saya mengaku bersalah padamu karena sudah meminum air kelapa muda tampa sepengetahuanmu. seperti yang kamu katakan bahwa ini mungkin sudah garis tuhan, sebagai penebusnya akan saya nikah anak Sutawijaya yang juga anak angkat Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) dengan roro rembayung putri ki Ageng Giring,” jawab Ki Ageng Pemanahan.

Akhirnya mereka pun menikah, dan setelah lama menikah dalam keadaan Roro Rembayung hamil, Sutawijaya melanjutkan pengembaraannya.

Lalu kemudian lahirlah anak dari Rara Rembayung, seorang bayi laki-laki tampan yang persis seperti ayahnya Danang Sutawijaya dan di beri nama Jaka Umbaran.

Jaka Umbaran sendiri memiliki arti: seorang ksatria laki-laki dan Umbaran berasal dari kata umbar atau di umbar, di telantarkan.

Jadi, nama JAKA UMBARAN berarti seorang kesatria yang di telantarkan oleh ayahndanya yaitu Panembahan Senopati.

Seiring begantinya waktu, Jaka Umbaran tumbuh menjadi pemuda dewasa yang gagah dan tampan serta memiliki kesaktian yang mumpuni berkat didikan sang kakek yaitu ki Ageng Giring.

Lama-kelamaan ia pun bertanya-tanya mengenai ayahnya, siapakah yang mengukir jiwa raganya hal tersebut berkali-kali di tanyakan baik ke Kakeknya maupun ke ibundanya Rara Rembayung.

“Anakku, sekarang kamu sudah dewasa dan cukup mengerti, maka Ibu dan kakekmu sekarang sudah tidak bisa lagi merahasiakan siapa sebenarnya ayahnda mu,” kata Rara Rembayung di suatu hari.

Akhirnya rara rembayung menjelaskan padanya “, ayah mu adalah Danang Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati, dia sekarang bertahta menjadi Raja di Mataram”.

Dengan di liputi rasa sedih, percaya dan tidak percaya, kemudian Jaka Umbaran pergi mencari ayahnya tanpa sepengetahuan bunda maupun kakeknya ke Mataram.

Dalam benaknya hanya satu, yaitu membuktikan ucapan sang ibu sebagai anak raja Mataram.

Di sana, tidak percuma keterampilan ilmu yang selama ia pelajari dari sang kakek.

Karena dengan kesaktian yang di milikinya, akhirnya Jaka Umbaran berhasil melewati setiap ujian yang di adakan oleh Panembahan Senopati sehingga di akui sebagai putra raja Mataram.

Kemudian Jaka Umbaran di beri gelar Pangeran Purbaya.

Pangeran Purbaya selajutnya di beri tanggung jawab oleh ayahndanya Panembahan Senopati untuk membantu pemerintahan di Kadipaten Pemalang yang mana saat itu di pimpin oleh pamannya yakni Pangeran Benowo.

Di daerah tersebut, Pangeran Purbaya memilih tempat tinggal di wilayah yang sekarang ini di namakan Desa Surajaya.

Asal mula Desa Surajaya itu sendiri di mulai setelah terjadi pertempuran yang hebat dengan saling mengadu kesaktian antara Pangeran Purbaya melawan Pangeran Salingsingan dari Cirebon.

Menurut cerita yang berkembang, kata Surajaya berasal dari sebuah legenda, yang mana terjadi pertempuran hidup dan mati antara Pangeran Purbaya dengan Pangeran Selingsingan dari Cirebon.

Sebenarnya keduanya hanya di adu domba oleh kompeni (VOC) dengan Politik de vide er impera sehingga membuat kerajaan Cirebon dan Kerajaan Mataram saling bermusuhan.

Dalam pertarungan adu kesaktian mengambil tempat di sebelah selatah selatan ibu kota kadipaten Pemalang tepatnya daerah yang masih lebat di tumbuhi kayu jatu kini wilayah tersebut menjadi wilayah perhutani di Desa Surajaya bahkan komplek hutan pesarean Kedua tokoh tersebut di tetapkan sebagai cagar budaya.

Dalam pertempuran tersebut, keduanya memang sama-sama sakti sehingga tidak ada yang menang maupun yang kalah.

Padahal pertempuran sengit itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam tanpa henti.

Mereka akhirnya memutuskan berhenti karena sudah sama sama kelelahan, mereka sepakat untuk istirahat begitu sudah segar kondisi badannya pertempuran akan di lanjutkan.

Akibatnya, pertempuran pun berlangsung hingga berbulan-bulan dan mereka tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, bahkan tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada juga merasa menang.

Sampai mereka benar-benar merasa kelelahan.

“Pertempuran antara kedua Pangeran dari Cirebon dan Mataram itu baru berhenti setelah kedua-duanya kelelahan dan tenaganya sudah habis.

Mereka beristirahat berdampingan dan akhirnya mereka berdua meninggal dunia dalam pertempuran tersebut.

Menurut cerita penjaga makam, makam keduanya itu di makamkan secara berdampingan.

Sementara tempat di mana pangeran Surajaya dan pangeran Salingsing adu keterampilan bertempur dan kesaktian sampai meninggal, di kemudian hari di beri nama Surajaya.

Arti kata nama Surajaya, Sura itu Wani atau Berani, sedang Jaya adalah Menang, jadi Surajaya artinya adalah,”Sama-sama Berani dan Sama-Sama Menang,”

Maka tidak heran jika di kemudian hari banyak dari kerabat keturunan Cirebon yang datang berziarah ke Wisata Pangeran Purbaya Surajaya, karean memang disanalah Makam kakek Buyutnya yaitu Pengeran Salingsingan di makamkan

Cerita Silat Jawa Dari Demak

Kisah Pertarungan Dua Sahabat Mahesa Jenar VS Wanabaya

Cderita Silat Jawa, Mahesa Jenar VS Wanabaya
toriqa.com

Alkisah pada jaman kesultanan demak, hiduplah seorang kesatria sekaligus perwira bernama mahesa jenar, dia juga menjadi kepala pengawal sultan demak.

Singkat cerita, suatu ketika mahesa di mutasi menjadi telik sandi dengan tugas mencari pusaka kraton yang hilang, yaitu nagasasra-sabukinten.

Konon pusaka itu di curi oleh Pasingsingan Grand Master Aliran Hitam.

Dalam pencariannya mencari pusaka tersebut mahesa bertemu dengan sepasang suami-istri demang dan nyai wanabaya di gunung kidul.

Mereka akhirnya menjadi teman baik karena guru dari mahesa, Ki Pengging Sepuh merupakan saudara seperguruan guru wanabaya.

suatu hari istri wanabaya ada yang menculik dari kademangan, dia hilang entah kemana, kecurigaan mengarah ke gerombolan Lowoijo.

Wanabaya menjadi bimbang karena Lowoijo berjanji akan melepaskan istrinya dengan syarat, dirinya harus bersedia menjadi pendukung aliran hitam.

Jika menurutinya, itu sama halnya dia memberontak kepada sultan demak.

Ditengah-tengah kebimbangannya, Wanabaya di temui mahesa sahabatnya, diam-diam mahesa ikut melacak keberadaan istri wanasaba yang di culik.

Setelah mengetahui keberadaan istri sahabatnya, mereka pun bertempur sengit hingga akhirnya mahesa berhasil mengalahkan dan membebaskan istri sahabatnya.

Namun wonosobo malah tersinggung dengan mahesaakan peristiwa ini, apalagi setelah beredar kabar burung jika mahesa sengaja menyelamatkan istri wanasaba karena berniat memperistri.

Dalam perjalanan pulang menuju kademangan wanabaya, mahesa bersama istri sahabatnya itu beristirahat di sebuah gubug yang berada di desa tidak jauh dari kademangan.

Meski satu gubug mereka tidak bersama, Istri wonosobo di dalam gubug, sementara mahesa berjaga di luar gubug.

Dan benar saja, tiba-tiba datang wonosobo dengan memanggul kapak besar di pundak sembari menantang duel mahesa, semua penjelasan mahesa sahabatnya tidak ia gubris.

Tampa banyak bicara wanasaba langsung mengayunkan kapak kearah mahesa yang nyaris mengenainya, untunglah mahesa masih bisa menghindar dan kapak itu merobohkan sebatang pohon besar.

Melihat emosi wanasaba yang sudah memuncak, akhirnya mahesa memusatkan kekuatan di kepalan tangan kanan kemudian berteriak ‘SASRABIRAWA‘ sambil melayangkan pukulan ke arah wanasaba, tapi tiba-tiba berbelok ke arah batu besar yang tidak jauh dari WB berdiri.

Dan ‘DUARRR!!!’ bunyi keras terdengar, batu itu hancur menjadi serepihan debu.

Seketika Ki wanasaba menjatuhkan diri dan duduk di kedua siku kakinya seraya meminta maaf atas semua kesalahannya pada sahabatnya.

Setelah emosinya mereda, keluarlah istri wonosobo dari gubug bersama wanita tua pemilik gubug.

Nyai itu berusaha menjelaskan kepada wonosobo perihal duduk persoalannya, mulai dari di culik gerombolan Lowoijo sampai datang mahesa untuk menyelamatkannya.

Setelah itu kedua sahabat itu pun saling berpelukan dan saling minta maaf, saat itu mahesa juga berpamitan kepada wanasaba sekeluarga untuk melanjutkan perjalanan mencari pusaka kerajan Nogosostro-Sabukinten.

Baca Juga : Kumpulan Cerita Anak Islami Pilihan [Mendidik & Bermakna] +Gambar

Cerita Silat Jawa

Lawan Tanding yang Seimbang Maha Patih Gajah Mada

Cerita Silat Jawa Maha patih Gajahmada vs Kebo Iwa
toriqa.com

Di zaman kejayaan Majapahit, saat itu militer Majapahit mau mengekspasi ke arah timur Nusantara guna memperluas wilayahnya di bawah pimpinan maha patih Gajah Mada.

Saat itu ada se sosok Panglima militer Kerajaan Bedahulu (Bali) yang sangat tangguh serta gagah berani menghadang pasukan Gajah Mada dan pasukan Arya Damar untuk masuk ke Bali.

Mereka kemudian saling adu kekuatan sehingga membuat pihak Majapahit menyadari akan kekuatan Panglima ini.

Dia benar-benar tidak dapat di kalahkan hanya dengan sebuah perang tanding.

Alhasil, sosok ksatria itu semakin di kenal di Nusantara sekaligus menjadi momok bagi siapa saja yang ingin berperang dengan Bali, tidak terkecuali Majapahit sendiri.

Menurut sejarah, peristiwa ini terjadi sekitar pertengahan abad 13 Masehi, yang mana panglima perkasa dari Bali ini populer di sebut dengan Kebo Iwa.

Akhirnya strategi pun di terapkan guna mendukung peperangan, tidak sekedar otot dan kepalan tangan.

Hal inilah yang di lakukan oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi, (penguasa Majapahit kala itu) beserta petinggi-petinggi Majapahit dalam mengatasi ketangguhan Kebo Iwa.

Dengan siasat yang matang, secara bertahap akhirnya kemenangan di genggam oleh Wilwatika (Majapahit).

Dengan siasat juga sang mahapatih pencetus istilah “Bhineka Tunggal Ika” tersebut baru bisa menaklukkan Bali seutuhnya dan membuatnya berada di bawah kerajaan Majapahit.

Ada hal menarik sekaligus mengharukan yang terjadi antara Gajah Mada melawan Kebo Iwa pada masa penaklukan Bali.

Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Mahapatih beserta para menteri yang lain mengadakan pertemuan besar-besaran.

Saat itu mereka fokus membahas penaklukan Bali dan sosok terkuat di Kerajaan Bedahulu (Bali) yaitu Kebo Iwa atau di kenal Kebo Taruna atau Kebo Wandira.

Dalam rapat tersebut akhirnya menghasilkan keputusan bahwa momok menakutkan dari Bali itu harus segera di singkirkan terlebih dahulu.

Dalam siasat tersebut, di awali dengan di utusnya Gajah Mada pergi ke Bedahulu (Bali) untuk melakukan perdamaian.

Siasat tersebut kemudian berhasil sehingga sepusuk surat dari pihak Majapahit yang isinya adalah tanda tangan pemohonan damai dan diplomasi kenegaraan sudah dibuat dan telah sampai di Bali.

Rombongan Patih Gajah Mada di jemput oleh Ki Pasung Grigis yang sudah mengetahui akan kedatangan Patih Gajah Mada.

Hingga akhirnya pesan kepada Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten (Raja Bedahulu) sudah sampai.

Umbul-umbul pun tertancap di Tanah Bali sebagai tanda damai.

Suasana kedua belah pihak tampak tenang hingga beberapa pekan berlalu, pertumpahan darah juga tidak ada lagi untuk beberapa saat.

Hingga suatu hari, datanglah undangan dari Jawa untuk Kebo Iwa, tujuannya untuk membantu mengatasi kekeringan yang sedang melanda bumi Majapahit.

Karena pada saat itu atmosfer kedua belah pihak menurut Kebo Iwa sudah saling damai, tampa curiga lalu verangkatlah ksatria Bedahulu itu dengan di jemput oleh Patih Gajah Mada dan beberapa prajurit.

Pada saat Kebo Iwa di minta untuk menunjukkan kesaktiannya kepada rakyat Majapahit sekaligus untuk menemukan sumber mata air, sesuatu yang luar biasa pun terjadi.

Panglima agung itu menggunakan tenaga dalamnya dengan sukarela untuk menggali tanah.

Dia membuat lubang yang sangat dalam hanya dengan waktu yang singkat.

Pada saat ia memasuki lubang itu, Gajah Mada bersama prajuritnya serempak langsung menimbun lubang tersebut.

Semuanya berjalan sesuai apa yang di rencanakan kerajaan, Panglima Agung yang perkasa itu pun terkubur hidup-hidup. Namun keseluruhan skenario itu membuat Mahapatih menyayangkan kejadian itu.

Kebo Iwa atau Kebo Taruna yang perkasa itu yang konon pernah mengukir batu hanya menggunakan kuku tangannya itu harus berakhir seperti ini. Rasanya tidaklah ksatria jika pertarungan akan di menangkan dengan cara yang tidak sehat.

Namun apa boleh buat, akan lebih rendah lagi jika wibawa dari sumpah suci yang menaungi negara sebesar dan sehebat Majapahit harus roboh.

Namun ternyata, jalannya cerita tidak berakhir sampai disini, seketika bumi bergetar hebat dan tanah berhamburan keluar dari timbunan lubang itu.

Sosok panglima tangguh ini muncul dengan gagahnya seperti Kresna yang mengangkat gunung ataupun Jatayu yang menantang sang surya.

Gajah Mada serta seluruh pasukan yang menyaksikannya terkesima, akhirnya pertarungan pun tidak terelakkan, ambisi sang penutur Sumpah Palapa benar-benar bertabrakan dengan Ksatria dari Tanah Bali tersebut.

Kemudian pertempuran sengit keduanya pun pecah dengan waktu yang tidak singkat, jurus demi jurus, tameng-tameng terbelah, senjata berhamburan, bahkan banyak prajurit yang berguguran.

Gemuruh bumi berbunyi keras seperti di hentak ratusan karbau dan gajah, sehingga lambat laun mata hati Kebo Iwa pun nyata melihat Sumpah Palapa dalam pertempuran itu.

Cepat atau lambat, nusantara pasti akan bersatu, sesaat hatinya melayang membayangkan masa depan yang di penuhi Sang Saka Merah Putih, dari sabang sampai merauke bersatu menumpas kaum asing.

Bhineka Tunggal Ika menggemma di antara jabat tangan anak-anak bangsa, akhirnya sifat ksatria mempertanyakannya, iya pun mencari jalan keluar.

Solusi terbaik yang bisa di ambil adalah mengorbankan dirinya, dengan cara halus Kobo Iwa sudah menunjukkan kelemahannya kepada Gajah Mada dengan menyiramkan kapur ke tubuhnya.

Maka seketika Gajah Mada dapat membaca maksud dari Kebo Iwa, dan secara bertahap Kebo Iwa berhasil dikalahkan.

Lagi-lagi Gajah Mada menyesali kematian Kebo Iwa, sekarang ini ia harus berjanji akan menjaga keutuhan Bali dan Nusantara secara umum sampai akhir hayatnya.

Darah yang tumpah dari kedua tokoh besar nusantara dalam pertarungan itu tidak mengalir begitu saja.

Darah mereka akan selamanya mengental di seluruh Nusantara, sehingga terciptalah Sang Saka Merah Putih yang makin merah oleh darah mereka dan putih akan tulang mereka.

Kebo Iwa merupakan pelicin atas Sumpah Palapa dan kematiannya adalah isyarat persatuan bangsa.

Dekianlah kumpulan cerita silat jawa yang bisa saya share dalama tulisan kali ini. Semoga bisa menghibur dan membantu anda dalam mencari teks cerita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *